Antara 1 (Kamu, Aku dan Dia)
Assalamu'alaikum sahabat semuaaa... gatau malas atau gimana, but ini postingan pertama di tahun 2018. Oh iya, selamat tahun baruuu (telat 5 bulan wkwk). Jadi ceritanya aku mau buat trilogi cerpen, ini terbitan yang pertama nih hehe. Maaf kalo gak nyambung, ngebosenin atau gimana. Silahkan curcol di komen kritik dan sarannya... and than, kalo mau tahu kelanjutan ceritanya komen ya... komen, komen, komen... sorry and thank's before... see u nex time :)
“Antara” 1 (Kamu,
Aku dan Dia)
Senja menyapa mesra. Namun suasana
hatinya tak seindah senja kala itu. Tanda tanya itu masih muncul dan masih
belum menemukan jawaban. Jika di era globalisasi, hampir semua pertanyaan dapat
dijawab oleh search engline ajaib bernama google, yahoo, amazon dan
kawan-kawannya. Namun, tidak sama halnya dengan pertanyaan yang membelenggu
dalam benak Sore. Harus bersedih atau bahagiakah? Entahlah, namun rasa bahagia
itu selalu terkalahkan oleh rasa sedih.
Dilemparnya tas itu ke tempat tidur.
Pulpen dan secarik kertas menjadi sahabatnya malam itu. Kadang ada sesuatu yang
tak bisa diceritakan, padahal sebenarnya ingin sekali untuk diceritakan. Ialah
tulisan yang menjadi tempat curhat terbaik, kadang mereka (manusia) tak
mengerti tapi tulisan selalu dapat mengerti walaupun banyak hal yang harus di
definisi oleh diri.
Kala itu,
Februari 2111
Aku
mengenalmu tanpa sengaja, maaf jika saat itu banyak pertanyaan yang aku ajukan.
Saat itu, matahari bersinar cerah, secerah senyuman yang dulu sering kau
lempar. Awalanya biasa, seiring berjalannya waktu, aku mulai menyukainya.
Senyuman itu selalu menjadi moodboster terbaikku. Lambat laun kita semakin
mengenal. Apakah ini adalah rasa kagum belaka, atau? Tanda tanya itu mulai
muncul. Entah kenapa, jiwa ini selalu mempertanyakan tentang dirimu. Kamu
sedang apa? Dimana? Bagaimana kabarnya ? sudah makankah? Bahagiakah disana?
Bertubi-tubi pertanyaan itu muncul.
Terkadang,
rasa gundah datang saat aku tak bisa melihatmu ketika matahari bersinar cerah.
Tapi, gundah itu tergantikan saat hujan turun. Aku mulai menyukai hujan, karena
setelah hujan selalu ada pelangi yang indah. Kamu tahu pelangi? Iya, pelangi indah
yang berwarna-warni dan bagiku pelangi itu adalah kamu. Kamu yang saat ini
telah menorehkan banyak warna di hidupku. Masih ingatkah dulu kita pernah
bersama-sama menuju hujan reda? Sebenarnya aku berharap agar bisa pergi
denganmu selepas hujan, tapi sayang keadaan berkata sebaliknya. Aku tetap
bahagia, ternyata Tuhan mengizinkanku untuk bisa pergi bersamamu di waktu lain.
Jam baru menunjukkan pakul 08.00 malam,
tapi Sore telah terlebih dahulu terlelap. Pulpen dan secarik kertas itu masih
berdiam dekat tangannya, sementara badannya terkapar dengan posisi yang tidak
karuan. Tadi pagi dia berlari-lari menuju ke menara 11 November, berharap di
tempat tersebut dapat menemukan gadis yang kini bertanggung jawab atas apa yang
dirasakan Sore. Mungkin cinta? Ah sudahlah. Beberapa menit lelaki itu memeriksa
keadaan di menara 11 November. Sepi, banyak orang berlalu-lalang tapi gadis itu
tak ditemukan. “Layung, kamu dimana? Bukankah biasanya kamu berada di tempat
ini? Atau mungkin beberapa detik yang lalu kamu disini. Tapi aku terlambat,
kamu sudah berlalu lebih dulu” hati Sore berkata-kata.
Sore kembali melanjutkan perjalanannya
ke Agro Park. Rasa kecewanya tak dapat dihindarkan, pertanyaan-pertanyaan
mengenai Layung masih terus berkumandang. Tiba-tiba matanya melihat sosok gadis
yang rasanya tak asing, namun tak terlalu jelas terlihat siapa dia. Gadis itu
memakai baju dan kerudung warna pink serta rok berwarna merah, dia dibonceng
oleh seorang laki-laki yang entah siapa. “Layung, itukah dirimu? jika memang
benar, lalu siapa laki-laki yang bersama kamu? Apakah dia pacarmu? Kakakmu?
Ayahmu? Saudaramu? Atau hanya sebatas tukang ojek?” Sore masih terus bertanya
sambil menerka-nerka, itukah Layung?
Pukul 08.00 Sore tiba di Agro Park
dengan tepat waktu, sangat tepat waktu tepatnya. Sembari menekan jempolnya ke
mesin absensi, matanya melirik-lirik apakah Layung masuk kerja hari ini?
Matanya mendapatkan sesuatu, gadis dengan perawakan tinggi, bulu mata lentik
serta senyumnya yang bak pelangi selepas hujan itu sedang duduk. Kerudung berwarna
pink dan baju putih nampak anggun dikenakannya, sementara roknya tak terlihat
karena tertutupi oleh meja. “Layung, kamu masih menjadi pelangi penghias
hidupku. Apakah sosok yang aku lihat tadi adalah dirimu? Lantas siapa laki-laki
yang bersamamu kala itu ?” Sore kembali mengajukan pertanyaan walau hanya dalam
hati.
10 Maret 2111, tinggal tiga hari lagi.
Mulai dari tanggal tersebut, Sore harus pergi ke Jepang untuk melakukan study
banding tentang sistem pengelolaan lahan. Rasanya berat, tapi apalah daya tugas
tersebut harus dilaksankan. Entah harus senang atau bahagia. Sore bisa
melaksanakan tugas sekaligus berlibur ke Jepang. Namun di sisi lain, selama
tiga minggu dia tak bisa lagi melihat sosok pelangi selepas hujan.
***
Waktu terasa begitu cepat karena
banyaknya tugas yang harus Sore laksanakan di Jepang. Bertemu dengan beberapa
orang, pergi ke tempat-tempat yang belum pernah didatangi dan masih ada
segudang kegiatan lain yang harus dilaksanakan. Sempat, saat itu Sore salah
naik bus menuju tempat tujuan. Setelah berputar-putar, akhirnya dia bisa sampai
ke tempat tujuan dan terlambat satu setengah menit. Menit yang begitu berharga.
Orang-orang di Jepang memang sangat menghargai waktu, hidupnya produktif. Maka
tak aneh apabila Jepang merupakan salah satu negara termaju di dunia. Namun
setelah bernegosiasi, akhinya keterlambatan selama satu setengah menit itu
dapat dimaafkan dan Sore dapat melaksanakan tugasnya dengan lancar.
Hujan turun menggenagi kota Tokyo tepat
setelah Sore melaksanakan pertemuan. Hujan, entah mengapa tiba-tiba Sore
teringat akan sesuatu yang biasanya muncul setelah hujan. Tak sampai dua puluh
menit, hujan reda. Pelangi menghiasi langit Tokyo dengan warna-warnanya yang
indah. Ini merupakan sebuah keberuntungan bagi Sore, tak semua orang yang pergi
ke Jepang berkesempatan untuk dapat menikmati indahnya pelangi. Namun, semua
terasa biasa saja bagi Sore, keindahan pelangi itu masih kalah oleh pelangi
selepas hujannya, Layung.
30 Maret 2111, ini adalah hari terakhir
Sore berada di Jepang. Senang rasanya tugas telah dilaksanakan, senang juga
karena di hari esok dia bisa kembali melihat sosok pelangi selepas hujan lagi.
Jepang, 30 Maret
2111
Jarak
yang memisahkan memang jauh, tapi sosokmu masih terasa dekat. Dalam sela-sela
waktuku, bayangmu datang dan melepas senyuman indah. Layung, maaf jika rasa ini
tiba-tiba tumbuh. Sejujurnya aku bingung akan apa yang harus dilakukan bersama
perasaan ini. Aku tak ingin mengajakmu “berpacaran” seperti orang-orang
kebanyakan. Aku juga masih bingung dengan rasa ini, entah cinta atau hanya
sebatas kagum belaka. Tapi hatiku menyimpan sebuah harapan padamu, aku ingin
jika saatnya tiba aku akan menjadi seseorang yang mampu membahagiakanmu. Kamu
adalah keyakinan, kayakinanku tentang sosok di masa depan. Apakah aku salah
karena terlalu berharap padamu Layung?
***
Serasa keluar dari tempurung, nafas Sore
terasa begitu lega saat kembali bisa melangkhkan kaki ke Agro Park. “Seandainya
kita adalah teman akrab, mungkin aku akan menceritakan tentang
pengalaman-pengalamanku di Jepang padamu Layung. Tapi kita bukanlah apa-apa,
aku hanya sebatas mengenalmu. Hanya sebatas melempar senyum ketika bertemu. Layung,
rasanya nafasku sesak saat harus melihatmu. Aku bahagia, namun bingung dengan
perasaan yang tiba-tiba muncul ini” hatinya bergemuruh.
Ketika kakinya menginjak halaman kantor,
tak sengaja Sore melihat Layung sedang mengobrol dengan seorang laki-laki.
Hatinya berdenyut, sakit. Bukan sekali saja Sore melihat kejadian seperti itu,
beberapa hari setelahnya juga. Tapi entah apa yang harus dilakukan, tak ada
ikatan pasti antara Sore dan Layung.
5 April 2111
Aku pikir rasa bahagia itu akan
kembali muncul ketika melangkahkan kaki ke tempat ini kembali. Nyatanya tidak.
apalah dayaku, kita memang tak memiliki ikatan apapun. Dada ini serasa semakin
sesak. Siapakah sosok yang beberapa hari ini tampak akrab bersamamu? Sebenarnya
bukan hakku untuk tahu, siapa kamu? Siapa aku? Akankah kamu dan aku akan menjadi
kita? Entahlah. Aku sadar siapa aku. Tapi rasa ini datang tanpa diminta, apakah
rasa ini juga kesalahanku? Layung, rasanya aku ingin mengamuk tapi tak mungkin.
Hanya dalam do’a aku bisa menumpahkan semua rasa.
***
Sudah tiga hari Layung tidak masuk kerja.
Tak ada satupun orang yang mengetahui apa penyebabnya. Semua orang seakan tak
peduli. Semua berjalan seperti biasa, tapi berbeda dengan hari-hari yang
dilalui Sore. Benaknya kembali menumpahkan tanda tanya tentang siapa, apa dan
kenapa Layung tidak masuk kerja?
Pagi itu, Sore telah tiba di kantor
lebih cepat dari biasanya. Hatinya berharap-harap cemas, semoga saja hari ini
Layung masuk kerja. Entah kenapa rasa khawatir muncul semenjak Layung tak masuk
kerja. Tepat pukul 08.01, Layung melangkahkan kakinya menuju kantor. Matanya
sembap, tak menunjukkan gairah hidup. Tak seperti biasanya, saat jam
istirahatpun Layung tak melakukan kegiatan apa-apa. Hanya melamun, murung.
5 Mei 2111
Apakah
yang lebih berat? Memendam semua rasa atau mencoba untuk mengatakan yang
sesungguhnya dan harus siap dengan semua konsekuensi yang mungkin terjadi.
Mungkin hal kedua terasa lebih berat. Namun maaf, aku tak setangguh itu untuk
mengatakan apa yang dirasa dengan sejujurnya. Memendam rasa terasanya lebih
baik. Aku hanya bisa melihatmu dari kejauhan. Saat memiliki momen untuk bisa
dekat denganmu pun aku masih merasa gugup. Apa yang harus dilakukan, dikatakan,
apa? Seandainya kamu tahu Layung, setelah merasa gagal karena tidak bisa
memanfaatkan momen saat bisa didekatmu aku suka mengutuk diriku sendiri.
Paginya aku mencoba bicara sendiri di depan cermin sambil membayangkan berada
di dekatmu. Bodoh bukan?
Cinta
memang bisa mengubah segalanya. Terlepas dari cinta atau bukankah perasaan yang
saat ini kurasa, tapi kamu telah berhasil mengubahku. Terima kasih untuk
kesempatan mengenalmu. Waktu itu ibarat roda yang terus berputar bukan? Kadang
di atas kadang di bawah. Begitupun dengan keyakinanku padamu, mungkin saat ini
tak ada ikatan yang berarti antara kita. Tapi suatu hari nanti, semuanya bisa
berubah. Tentu saja, ikatan yang ada dia antara kita juga bisa berubah. Di
akhir kisah ini aku ingin mengatakan bahwa sampai saat ini kamu lah yang aku
yakini sebagai seseorang yang akan menemaniku, bukan hanya di dunia saja melainkan
sampai ke Surga. Aku selalu mengenangmu dalam do’a di sepertiga malamku Layung.
Bakat km disini neng, terus kembangkan ya walaupun situasi nya sekarang beda...
ReplyDeleteTp aku yakin suatu saat nanti km akan terbitkan Novel atau buku...
Subahanallah... makasih kak. Aamiin do'anya :) ditunggu kritik dan sarannya juga ya kak
ReplyDelete