Covid19 (Antara - My Story)


2 April 2010, ini adalah hari 18 setelah himbauan untuk #dirumahaja digadangkan. Tepatnya, ini adalah hari ke 6 gue tinggal di rumah. Hmm yeah i don’t have a house, this is my parent’s house. Di hari pertama gue pulang, pas sampai rumah gue bilang ke ibu supaya jangan salaman dulu, please. Izinin gue buat mandi, nyemprotin desinfektan ke barang-barang dan lain sebagainya. Ini merupakan hal yang sangat aneh sebenarnya. Sebelumnya, bagaimanapun keadaannya hal yang pertama kali gue cari ketika pulang ke rumah adalah tangan orang tua gue, sekarang ketika tangan itu menunggu buat disalamin, gue malah bilang tunggu. Hingga akhirnya, gue lupa buat salaman ke ibu walaupun gue udah ngelakuin semua protokol covid 19 yang sesuai ketika pulang ke rumah. Yeah, the and gue diomelin, “ya gausah kaya gitu juga kali.. bla, bla, bla, 8388&$($)$()” emak said.

Sampai saat ini, dunia memang belum sepenuhnya membaik. Virus corona penyebab covid19 ini masih membayangi kehidupan setiap umat manusia. Sampai hari ini saja, kabarnya sudah sekitar 1700 jiwa yang positif covid19 di Indonesia. Setiap hari bertambah, jumlah yang meninggal lebih tinggi daripada yang sembuh. Astagfirullah, serem banget.


Sebelumya, gue gak pernah membayangkan bisa hidup di keadaan yang serba sulit seperti ini. Terlahir dari keluarga yang berprofesi sebagai petani, imbasnya juga kerasa banget. Akses ke luar kota ditutup, akhinya untuk menjual hasil bumi ke luar kota juga tidak bisa. Ya ini sangat menyulitkan, tapi gue gak mau ngeluh. Alhamdulillah, gue bersyukur banget. Hari ini gue bisa tinggal di rumah, berkumpul bersama keluarga walaupun dengan keadaan yang serba seadanya, keadaan yang tak menentu, keadaan yang sepertinya jauh lebih buruk sebelum adanya pandemi covid19 ini.

Di belahan dunia yang lain, ada yang keadaanya jauh lebih buruk, di Dayeuh Kolot, Bandung misalnya. Mereka harus berjuang melawan covid19 di pengungsian karena rumah yang mereka tempati terkena banjir. Lain lagi dengan warga Cibeber, Cianjur yang harus melawan pandemik covid19 ini di pengungsian karena di pemukimannya terjadi bencana longsor. Bisa bayangin gak ? tinggal di pengungsian, kedinginan, kebutuhan makanan yang seadanya. Saat orang lain harus menjaga jarak (social distancing) mereka terpaksa berkerumun karena keadaanya tak mendukung. Sedih, gelisah, rumah rusak dan entah kemana mereka akan pulang setelah dunia kembali pulih.

Tapi di sisi lain, ada juga orang-orang yang sok kuat, sombong and i don’t know what must i said to described about it (correct my english, please). Saat orang lain melakukan social distancing, di rumah aja kalau gak ada kegiatan yang penting-penting banget, menjaga kebersihan dan melakukan segala bentuk ikhtiar untuk melawan covid19. Masih ada orang yang cuek, hidup sesukanya, bahkan mereka mengklaim bahwa mereka tidak mungkin terkena covid19. Sok kuat, ah gatau deh, pusing jadinya. Iya, kalau alasan mereka keluar rumah adalah untuk mencari nafkah, dalam artian mereka adalah tukang ojol, buruh harian lepas, pedagang atau pekerja lain yang jika tidak keluar rumah resikonya mereka tidak bisa makan pada hari itu atau para karyawan yang pekerjaannya tetap harus di kantor gak bisa Work From Home (WFH). Tapi yang sangat disayangkan adalah mereka yang tidak mengindahkan himbawan ini adalah orang-orang yang mampu secara ekonomi, jadi seharusnya it’s ok kalau gak keluar dulu dan mereka keluar rumah juga bukan untuk melakukan hal penting, buat nongkrong aja.

Hmmm, oke kita langsung ke konklusi ya. Terlepas setiap orang bebas untuk menyimpulkan sendiri. Di poin pertama gue cuma mau ngajak diri sendiri dan kita semua untuk bersyukur dengan segala keadaan yang kita alami dan yang kedua ya plis ya kalau gak penting-penting amat gak usah keluar hehe. Jadi begitulah, terima kasih banyak sudah berkenan membaca tulisan yang tidak jelas ini.
#covid19 #lawancovid19 #indonesialawancovid19 

Comments

Popular posts from this blog

Mengejar Cinta Karmila

KENAPA KITA TIDAK SUKSES ?

Belajar Sabar dari Kisah Nabi Ayyub AS